Jawapes Surabaya – Penanganan perkara dugaan penggelapan yang ditangani Polrestabes Surabaya disebut telah disepakati untuk diselesaikan melalui mekanisme restorasi justice (RJ). Pelapor, Deny Prasetya, telah mengajukan pencabutan laporan polisi setelah mencapai kesepakatan damai dengan para terlapor.
Pencabutan laporan tersebut terkait Laporan Polisi Nomor TBL/B/1071/IX/2025/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JATIM tertanggal 26 September 2025. Permohonan pencabutan disampaikan kepada Kapolrestabes Surabaya melalui Kasat Reskrim pada 26 November 2025, setelah tercapai kesepakatan antara pelapor dengan tiga terlapor, yakni Ahmad Fauzi, Ahmad Edy, dan Ismail.
Kesepakatan damai itu difasilitasi oleh tim kuasa hukum dari Palenggahan Hukum Nusantara (PHN) yang mewakili para terlapor. Menurut kuasa hukum, penyelesaian perkara ditempuh melalui pendekatan restorasi justice, yaitu penyelesaian yang menekankan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku serta penyelesaian kerugian secara adil.
“Dalam konsep RJ, kejahatan dipandang sebagai pelanggaran terhadap relasi sosial, bukan semata pelanggaran terhadap negara atau hukum tertulis,” ujar kuasa hukum PHN, Achmad Shodiq.
Dalam kesepakatan tersebut, para terlapor mengakui kesalahan dan menyatakan kesediaan bertanggung jawab atas kerugian pelapor. Sebagai bentuk penyelesaian, disepakati pemberian ganti rugi sebesar Rp150 juta kepada Deny Prasetya. Para pihak juga menandatangani surat pernyataan bersama untuk menjaga situasi tetap kondusif serta tidak saling mempublikasikan hal negatif terkait perkara ini. Seluruh proses perdamaian disebut dilakukan secara sukarela tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Perkara yang dilaporkan terhadap para terlapor disangkakan melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, yang bersifat delik aduan. Dengan adanya pencabutan laporan, kuasa hukum menilai perkara tersebut secara hukum dapat dihentikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Namun demikian, kuasa hukum para terlapor menyampaikan bahwa hingga kini perkara tersebut masih berlanjut. Bahkan, mereka telah mengajukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan prosedur penyidikan oleh oknum penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Pengaduan itu ditujukan kepada Kapolda Jawa Timur, Direktur Reserse Kriminal Umum, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irwasda, Wasidik Polda Jatim, serta Kapolrestabes Surabaya. Pengaduan tersebut menyoroti proses penetapan tersangka yang dinilai terlalu cepat tanpa melalui tahapan pemeriksaan awal, serta dugaan tidak terpenuhinya hak tersangka untuk didampingi penasihat hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 54 dan 56 KUHAP.
Selain itu, kuasa hukum juga menilai penerapan penyidikan dalam perkara ini belum sepenuhnya sejalan dengan prinsip due process of law sebagaimana diatur dalam KUHAP, serta kebijakan penerapan restorasi justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 dan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021.
Kuasa hukum menegaskan, karena perkara ini merupakan delik aduan dan laporan telah dicabut, penyidik semestinya menerbitkan SP3. Mereka juga mendorong adanya evaluasi internal agar penegakan hukum berjalan lebih profesional, transparan, dan menghormati hak asasi manusia.
Meski demikian, hingga kini perkara tersebut diketahui tetap berlanjut dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya, meskipun sebelumnya telah tercapai kesepakatan damai antara para pihak.(Rd82)
View

إرسال تعليق
Hi Please, Do not Spam in Comments