Jawapes, Pasuruan - Pelanggaran lalu lintas kendaraan bertonase berat dan Kelas Jalan di Kabupaten Pasuruan kian tak terkendali. Setiap harivratusan truk milik perusahaan besar seperti Aqua, pabrik pemecah batu, produsen aspal dingin, hot mix dan tambang Galian C maupun Andesit lalu-lalang di Jalan Raya Gondang Wetan hingga Lumbang tanpa mematuhi aturan rambu yang sudah jelas diatur dalam perundang-undangan seakan sudah kebal hukum.
Peneluauran Awak Media pada 1 November 2025 bersama sejumlah lembaga pemerhati, menunjukkan banyaknya dugaan pelanggaran: kendaraan melebihi tonase dan pelanggaran kelas jalan kabupaten, minim pengawasan, dan pencegahan serta penindakan oleh APH ataupun pemerintah sudah puluhan tahun.
Dampak nyata: Warga Jadi korban akibat aktivitas kendaraan berat ini:
- Jalan berlubang, retak, hingga beberapa titik rusak berat
- Debu pekat yang membahayakan kesehatan
- Kecelakaan sering terjadi dan beberapa berujung kematian
- Lingkungan rusak dan rawan longsor pada musim hujan
- Jalur ekonomi warga terhambat karena infrastruktur hancur
Hal ini menegaskan bahwa keuntungan perusahaan justru menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat.
"Kami Seperti Tidak Dianggap Hidup" ungkap seorang warga.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyampaikan keresahan:
“Kalau rakyat kecil salah sedikit langsung ditindak. Tapi truk-truk perusahaan melanggar setiap hari tidak ada yang berani sentuh. Debu masuk ke rumah, anak-anak batuk, kalau hujan banyak yang jatuh karena jalan licin. Rasanya seperti kami tidak dianggap." ungkap warga
H. Sugeng Samiadji (Ketua LSM Jawapes Jatim): "Jangan Biarkan Hukum Takut Pada Uang," cetusnya.
Ketua DPD LSM Jawapes Jawa Timur, akrab di sapa Cak Kaji,
Dimana saat turun langsung menggelar aksi unjuk rasa pada 30 Oktober 2025 di Jalan Raya Gondang Wetan dan depan pabrik Aqua. Pada 01 November 2025, ia juga mengirim surat laporan pelanggaran tonase dan pelanggaran kelas jalan ke Mabes Polri, ditembuskan ke perusahaan perusahaan terkait yang ada lebih dari dua puluh
Sugeng mengkritik tajam:
“Ini kejahatan lingkungan dan kejahatan lalu lintas yang merugikan rakyat. Jalan dibuat pakai uang negara, tapi dihancurkan pengusaha. Aparat dan pemerintah jangan pura-pura tidak melihat. Kalau aturan tidak ditegakkan, itu namanya pembiaran terstruktur.”Kaji Sugeng geram.
Ia menyebut jika pemerintah tidak berani menindak, maka publik patut mencurigai adanya kepentingan tertentu.
“Kenapa rakyat kecil bisa ditilang hanya karena helm atau lampu, tapi perusahaan besar dibiarkan melanggar setiap hari? Negara tidak boleh bertekuk lutut di hadapan modal.”
H Deny Yanuar (Pemerhati Lingkungan dan Kebijakan Publik): Ini Bukan Lagi Pelanggaran – Ini Kejahatan Ekologi
Aktivis lingkungan hidup, yang juga menegaskan bahwa permasalahan ini tidak bisa dianggap kecil.
“Yang rusak bukan hanya jalan, tapi ekosistem. Banyak tambang yang diduga beroperasi tanpa izin lengkap, tidak reklamasi, tidak ada AMDAL, dan berdiri di atas Lahan Sawah Dilindungi. Itu jelas melanggar UU 32/2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang.”
Abah Deny juga menegaskan bahwa aturan tonase dan kelas jalan di kabupaten sudah jelas:
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
PP No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan
Permenhub No. PM 60 Tahun 2019 tentang Kelas Jalan dan Batasan Muatan
“Jika kendaraan melebihi tonase dan menyebabkan kerusakan, maka ada tanggung jawab hukum dan ganti rugi. Pemerintah wajib menindak, bukan diam.”
Ia menyebut pelanggaran beruntun ini sudah masuk kategori Crime Against Environment dan seharusnya bisa diproses pidana.
Pemkab Bungkam, Publik Bertanya
Saat dikonfirmasi awak media, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pasuruan tidak memberikan respons—tidak menjawab panggilan, pesan, maupun permintaan wawancara resmi.
Sikap bungkam ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat, apakah pemerintah tidak mampu menindak, atau tidak mau?
Jalan rusak, warga menderita, kecelakaan terjadi, tambang diduga ilegal beroperasi di lahan lindung, namun pejabat memilih diam. Situasi ini menunjukkan adanya ketimpangan keadilan yang tidak bisa lagi ditoleransi.
Jika hukum hanya berani pada rakyat kecil, namun tumpul pada perusahaan besar, maka negara kehilangan wibawanya. Masyarakat Pasuruan menunggu tindakan nyata, bukan sekadar slogan. (Tim)
View



إرسال تعليق
Hi Please, Do not Spam in Comments