Jawapes, SIDOARJO - Santer pemberitaan di beberapa media dan medsos, adanya seorang balita bernama Hanania Fatin Majida berusia 2 tahun 10 bulan asal Dusun Pari Desa Candipari, Porong yang dinyatakan meninggal dunia terkait dugaan mal praktik di Klinik Siaga Medika, Porong.
Berawal sakit demam, orangtua almarhum Hanania membawanya berobat ke Klinik Siaga Medika pada 4 Juli 2025 dan dirawat selama 5 hari. Kondisi tak kunjung membaik, malah bertambah drop di hari kelima dirawat. Tangan melepuh ada lebam tangan dan kaki serta membiru. Saat itu kami terpaksa melalui jalur umum karena BPJS tidak aktif dan menyetujui membayar uang sejumlah Rp3.020.000. Namun uang kami bayar setelah anak dirujuk dan dikirim ke RSUD Notopuro. Dan itupun kami juga menyerahkan kartu keluarga asli sebagai jaminan ke pihak klinik. Sampai sekarang pun, mereka tetap menagih dan menahan kartu keluarga kami.
Kejadian tersebut disampaikan ibu kandung Hanania, Siti Nur Aini, sambil berurai airmata saat pertemuan di ruang rapat Paripurna DPRD Kabupaten Sidoarjo, Kamis (28/8/2025) yang dihadiri Ketua DPRD Abdillah Nasih, Wakil Ketua I Suyarno, Ketua Komisi D M. Dhamroni Chudlori, Wakil Ketua Bangun Winarso, Anggota (Sutadji, Pratama Yudhiarto), Kepala Dinkes dr. Lakhsmie Herawati Yuwantina, Kepala Dinsos Ahmad Misbahul Munir, Kepala BPJS Kesehatan, Munaqib, perwakilan RSUD Notopuro, pendamping korban serta dari Klinik Siaga Medika.
Siti Nur Aini melanjutkan, saat melihat anaknya seperti itu, dia meminta pihak rumah sakit agar segera dirujuk ke RSUD Notopuro, Sidoarjo. "Kami memohon kepada pihak klinik untuk dirujuk ke RSUD, namun pihak klinik masih menunggu jawaban dari RSUD, hingga ada kamar," ujarnya sambil menangis.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo, Abdillah Nasih menyampaikan turut berbela sungkawa atas meninggalnya balita Hanania, semoga almarhum sudah berada disisi terbaikNya.
Abdillah melanjutkan bahwa kejadian yang menimpa balita Hanania ini menjadi pelajaran kita semua. "Nyawa itu penting daripada apapun. Sewajarnya jika ada pasien, harus dilayani dulu. Untuk administrasi diurus belakangan," tandasnya.
Kenapa bisa sampai terjadi hingga pasien meninggal dunia? Apa pelayanan Klinik Siaga Medika tidak maksimal? Atau karena pasien dari keluarga tidak mampu atau kenapa?
"Banyak laporan dari masyarakat terkait klinik Siaga Medika, kami juga sudah sidak ke lokasi. Untuk itu para pihak kita panggil ke kantor DPRD untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi pada Hanania,” kata Nasih.
Ketua DPRD menanyakan soal penolakan kartu KIS oleh pihak manajemen Klinik. dr. Nina mengaku, di awal masuk klinik kartu KIS memang belum aktif.
”Di awal masuk, anak Hanania memang melalui jalur umum. Mengenai KIS, kami memang tidak mengeceknya aktif atau tidak, jadi mereka memakai jalur umum,” sanggah dr. Nina.
Menanggapi hal itu, ketua komisi D, Dhamroni Chludhori menyampaikan bahwa bagi warga Sidoarjo untuk yang faskes kelas 3 itu sudah otomatis, karena sudah di cover oleh APBD.
“Anda jangan mikir provit, provit dan provit sebenarnya anda pikirkan dulu keselamatan nyawa seseorang ini,” Dhamroni.
Terkait kartu BPJS, Kepala Dinsos Ahmad Misbahul Munir mengatakan untuk pengaktifan kartu BPJS darurat bisa melalui WhatsApp atau layanan yang ada di kantor Dinas Sosial tanpa batas waktu. Saat ini yang sudah dibackup Pemkab Sidoarjo sebanyak 230.000 dan untuk bulan ini, akan ada penambahan pengaktifan sebanyak 25.000. Sedangkan yang ditanggung APBN sebanyak 415.000 jiwa.
"Untuk kasus ini, menurut catatan yang ada di Dinsos, ayah Hanania yaitu Hasan Bisri sudah tercatat di PBIJK tahun 2022, Siti Aini sudah terdaftar sejak 2021, sedangkan anak pertama Cecilia Reka Piyanti dan anak kedua Raisa Faujiyah terdaftar di PBIJK sejak 2022, anak Hanania sudah terdaftar di PBIJK sejak tahun 2024, namun oleh Kementerian diaktifkan pada 1 Juni 2025. Masuk di Klinik tanggal 30 memang belum aktif, namun saat dirujuk di RSUD Notopuro itu sudah aktif," terangnya.
Kepala BPJS Sidoarjo Munaqib menambahkan bahwa sistem di Kementerian pusat, tidak ada pemberitahuan terkait keaktifan kartu BPJS. Kecuali masing-masing pasien mengecek sendiri yang bisa dilakukan di rumah sakit saat berobat atau menanyakan ke kantor BPJS.
"Karena keaktifan kartu BPJS tidak ada pemberitahuan. Pihak BPJS, Dinas Sosial, rumah sakit atau klinik serta pihak pasien atau sedang tidak kondisi rawat jalan pun juga tidak tahu kalau kartunya aktif. Tidak mungkin dari pihak kita mengecek satu persatu dengan jumlah jiwa yang begitu banyak. Itu semua yang mengetahui dari pihak Kementerian. Jika kita ingin tahu, kita bisa tanya dan itu baru bisa diketahui keaktifan kartu atau belum aktif," terangnya.
Masukan dari Bangun Winarso pun juga menambahkan bahwa program Bupati Sidoarjo ini merupakan prioritas sebagai masyarakat Sidoarjo agar kejadian seperti ini jangan ada lagi. Layanan medis baik di rumah sakit swasta atau milik pemerintah daerah maupun klinik harus mendahulukan pasien. Soal administrasi yang kurang bisa diurus sambil jalan. Pasien yang berobat jelas membutuhkan pertolongan medis. Jadi perlu diingat, layanan medis terhadap pasien harus dinomor satukan. Jangan ada perlakuan berbeda. Jika fasilitas memang ada pembedaan namun untuk perlakuan harus sama.
"Semoga ini menjadi pembelajaran bagi layanan di rumah sakit maupun klinik khususnya di Kabupaten Sidoarjo agar menjadi evaluasi supaya menjadi lebih baik," tuturnya.(ADV/Tyaz)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments