Jawapes Pasuruan – Kota Pasuruan dikenal sebagai kota Santri atau Kota Pelabuhan Kuno dengan APBD dibilang Lumayan besar cuma dengan 4 Kecamatan dan fasilitas pendidikan lengkap. Namun ada fakta pahit yang mencabik hati. Sebanyak 1.973 anak di Kota Pasuruan tercatat putus sekolah menurut data Kementerian Pendidikan tahun 2024, mulai SD 207 anak, SMP 372 anak, SMA/SMK 438 anak, dan Lulus Tidak Melanjutkan SD 453 anak, SMP 503 anak.
Kemiskinan menjadi penyebab utama. Walau sekolah negeri tidak memungut biaya, keluarga miskin tetap terbebani kebutuhan seragam, buku, transportasi, dan uang saku. Banyak anak akhirnya memilih bekerja sebagai buruh pabrik, pekerja informal, atau ojek online daripada melanjutkan
Kesenjangan sosial di kota memperlebar jurang. Anak dari keluarga prasejahtera sering kehilangan motivasi bahkan merasa sekolah hanyalah mimpi yang tidak bisa mereka capai. Kondisi ini memunculkan kritik tajam Praktisi Pendidikan dari Dewan Pendiri Jaringan Warga Peduli Sosial (Jawapes) Indonesia, DPD Jatim Sugeng Samiadji, yang menyebut kegagalan ini cermin lemahnya kebijakan pendidikan di Kota Pasuruan.
“Kota Pasuruan adalah Kota Santri atau Kota Pelabuhan Kuno yang sedikit banyak pusat ekonomi dengan APBD yang cukup buat 4 Kecamatan, tapi masih ada ribuan anak yang tidak sekolah. Ini menunjukkan kebijakan wajib belajar 12 tahun hanya sebatas jargon tanpa pengawasan ketat di lapangan. Pemerintah tidak boleh hanya bangga dengan gedung sekolah megah, tetapi mengabaikan anak-anak miskin yang terpaksa putus sekolah,” tegas Cak Kaji akrab di sapa, senin (8/9/2025) saat ditemui media di Graha Jawapes Surabaya.
Ia menegaskan, solusi sederhana sebenarnya sudah ada. Pemkot memiliki database masyarakat miskin yang lengkap di Dinas Sosial. Seharusnya Dinas Pendidikan memfasilitasi semua anak dari keluarga miskin agar bisa bersekolah. Mereka jelas tidak mampu sekolah swasta, dan bila tidak diterima di negeri, bisa dipastikan akhirnya mereka tidak sekolah.
Menurut Samiadji, data yang ada harus segera diterjemahkan menjadi aksi nyata. APBD pendidikan harus diarahkan pada kebutuhan riil siswa miskin, bukan hanya pembangunan fisik. Pemerintah perlu memastikan anak yang sudah putus sekolah mendapat jalur alternatif seperti kejar paket dan SKB, serta memberikan pendampingan sosial agar anak tidak lebih memilih bekerja di jalanan.
Fakta 1.973 anak Kota Pasuruan putus sekolah adalah ironi yang tidak boleh dibiarkan. Jika pemerintah kota berani berpihak dan melibatkan kerja sama lintas sektor, Pasuruan seharusnya mampu menjadi pelopor kota tanpa anak putus sekolah di Indonesia. “Kalau pemerintah mau sederhana dan berpihak, sebenarnya masalah putus sekolah bisa diselesaikan untuk diminimalisasi lebih cepat. Jangan biarkan anak-anak miskin Kota Pasuruan kehilangan masa depannya hanya karena sistem yang tidak berpihak,” tutup Cak Kaji Samiadji.
Dikonfirmasi Walikota Pasuruan Adi Wibowo mengatakan "Ya itu menjadi PR kita di Kota Pasuruan, untuk menyelesaikan satu persatu, merumuskan solusinya dengan program yg saling menopang baik di OPD terkait dan bersinergi dgn berbagai pihak, Termasuk di dalamnya adalah sinergi dgn program prioritas nasional dgn Sekolah Rakyatnya," Ungkap Walikota Pasuruan. (Tim)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments