![]() |
Integritas bukan hanya slogan, tetapi harga mati bagi setiap pejabat publik. |
Jawapes Mojokerto,- Dunia kesehatan yang semestinya menjadi garda terdepan pelayanan publik, tercoreng dengan dugaan perilaku tak senonoh yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, Dr. Ulum Rokhmat Rokhmawan. M. H. Beredar informasi dan tangkapan layar yang menunjukkan bahwa sang kepala dinas diduga sengaja mengirimkan foto alat vitalnya melalui pesan WhatsApp kepada stafnya sendiri. Tindakan ini, jika benar terjadi, tidak hanya melanggar etika, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan moral publik.
Dalam pesan yang beredar, terlihat komunikasi antara sang kepala dinas dengan salah satu staf perempuan yang tiba-tiba disisipi gambar tak senonoh. Hal ini menjadi perbincangan hangat di kalangan internal ASN di lingkungan Pemkab Mojokerto. Banyak yang mengaku resah namun tak berani berbicara karena khawatir akan tekanan jabatan dari sang kepala dinas.
Seorang narasumber internal yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa perilaku ini bukan kali pertama terjadi. "Kami merasa miris dengan tingkah pimpinan yang seharusnya menjadi teladan, bukan malah mempermalukan diri sendiri dan institusi," ujarnya.
Perilaku yang diduga dilakukan oleh pejabat publik ini bukan hanya persoalan etika pribadi, tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap integritas aparatur sipil negara. Dalam regulasi ASN, setiap pejabat publik terikat oleh kewajiban menjaga harkat dan martabat, serta menjauhkan diri dari tindakan asusila.
Saat tim media Jawapes bersama Jejak kasus mencoba melakukan konfirmasi melalui resume berita resmi dan pesan WhatsApp kepada Dr. Ulum Rokhmat Rokhmawan. M. H, tidak ada tanggapan sama sekali. Alih-alih memberikan klarifikasi, pihak yang bersangkutan justru memblokir nomor WhatsApp jurnalis yang mencoba meminta keterangan. Sikap ini semakin menimbulkan tanda tanya besar dan menambah kesan bahwa ada sesuatu yang ditutupi.
Kasus dugaan pelecehan dengan modus mengirim foto tak senonoh melalui pesan pribadi ini adalah cermin nyata bahwa jabatan bukanlah tameng untuk melakukan tindakan semena-mena. Pihak berwenang, dalam hal ini Inspektorat Daerah, Komisi ASN, maupun aparat penegak hukum, perlu segera mengambil langkah-langkah investigasi dan memeriksa laporan dari staf yang menjadi korban.
Korban juga diimbau untuk tidak takut melapor kepada pihak berwenang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, memberikan perlindungan kepada korban pelecehan seksual, termasuk pelecehan non-fisik seperti pengiriman konten pornografi secara sengaja.
Sebagai masyarakat yang membayar pajak dan menggaji pejabat publik, kita berhak mendapatkan aparatur negara yang berintegritas, bersih, dan menjaga moralitas publik. Jangan sampai tindakan-tindakan asusila yang diduga dilakukan oleh pejabat publik dibiarkan begitu saja hingga menjadi contoh buruk bagi generasi muda.
Kita tidak sedang berbicara soal kesalahan pribadi, tetapi tentang tanggung jawab publik, etika jabatan, dan perlindungan terhadap staf yang menjadi korban dalam lingkungan kerja pemerintah.
Masyarakat Mojokerto dan publik yang membaca tulisan ini untuk ikut mengawasi kasus ini hingga tuntas guna menjaga transparansi publik. Jangan biarkan dugaan tindakan pelecehan seperti ini hilang ditelan waktu dan kekuasaan. Dorong penegakan hukum yang transparan dan adil demi terciptanya pemerintahan bersih di Mojokerto. (Rd82)
View
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments