Gedung Megah, Luka Menganga: Cerita Rakyat di Balik Proyek yang Sempurna di Atas Kertas




Jawapes, Kota Pasuruan, 02 Mei 2025 – Respons Dinas Pekerjaan Umum danPenataan Ruang (PUPR) Kota Pasuruan atas mencuatnya dugaan subkontraktor berantai dalam proyek rehabilitasi atap Gedung Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan justru menambah polemik baru.  


Kepala Bidang Tata Ruang, U'ung Mahfud Jakfar, saat dikonfirmasi awak media, menanggapi singkat dan defensif.  

"Saya tidak tahu menahu tentang persoalan tersebut, Mas. Itu kan di tahun pengerjaan yang lalu. Terus yang bilang ada subkontrak itu ngawur itu," U'ung, seolah menampik seluruh tudingan yang berkembang, karena tidak pernah mau tau atas kerugian pihak ke 4 yang mempunyai dokumen baik perjanjian kerjamsa dengan pihak ke 3 ataupun dokumen nota2 pengiriman material dan bukti transfer untuk bayar pekerja. 


Namun, pernyataan tersebut langsung menuai tanggapan keras dari para pihak yang merasa dirugikan. Salah satu subkontraktor atau pihak ke 4, H.M. (inisial), yang ikut mensuplai sampai tahap akhir proyek tersebut, justru memperlihatkan bukti surat perjanjian kerja sama dengan pihak ke 3, serta dokumen pengiriman material dari tokonya, bukti pembayaran cor yang belum dibayar.  


“Saya ada bukti hitam di atas putih. Kami bekerja atas perintah langsung dari pelaksana lapangan yang ngaku bos besar, dimana diakui sebagai tender, dan kerugian saya hanpir 1 miliar, Kalau dibilang ngawur, berarti kami semua ini berhalusinasi?" Sambil menunjukkan kronologi kejadian yang dibuatnya, dengan nada tinggi.  


Menurutnya, mekanisme proyek yang dijalankan cenderung tidak transparan, dan lemah pengawasan dari Dinas PUPR atau bahkan sengaja diabaikan.


Pekerjaan waktu itu pernah pula mengalami keterlambatan karena terjadi pembayaran yang tidak sesuai perjanjian antara subkon atau pihak 3 dengan pihak ke 4, lalu dibuat perjanjian baru sampai selesai semua   


"Waktu itu sampai Sopir Cor pun serta penagihan Cor Dari Duta bangsa ya saya yang bayar, karena pihak ketiga tidak punya uang" Ungkap H.M kesal.


Pengamat kebijakan publik dari alumni Universitas Brawijaya Malang, Dwi A. Rachman, menilai penyangkalan pihak dinas sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab.  


"Ketika sebuah proyek dikerjakan melalui dana publik, maka semua pihak yang terlibat wajib transparan. Apalagi kalau muncul banyak korban. Mengabaikan suara mereka sama saja membiarkan rakyat dirugikan oleh sistem," kata Rachman.


Ia juga menyoroti pentingnya audit investigatif terhadap seluruh rangkaian proyek, termasuk perusahaan-perusahaan yang terlibat melalui subkontrak.  


Sementara itu, Kepala Dinas PUPR tidak merespon saat dikonfirmasi dan memberitahu kalau pemenang tender rehab Kejari yang juga mengerjakan proyek Taman Mekkah tahap ke 3 waktu itu ditemui diruanganya oleh Awak media.

Para korban yang merasa dirugikan menyatakan tengah menyiapkan dokumen untuk mengajukan laporan resmi ke Kepolisian.  


"Kami akan kawal kasus ini sampai ke putusan pengadilan. Jika perlu, kami akan gelar aksi di depan Balai Kota," ancam H. Denny Yanuar aktivis anti korupsi


"Kasus ini menjadi cermin retaknya tata kelola proyek publik di daerah. Masyarakat kini menanti, apakah institusi penegak hukum mampu membongkar rantai permainan yang selama ini terselubung di balik istilah "Proyek Pemerintah." Cetus Kaji Denny. (Djie)

Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama