.
![]() |
Dok: lokasi tambang dan data visual |
Jawapes Mojokerto,- Aktivitas tambang galian C yang diduga tidak mengantongi izin resmi (ilegal) di Dusun Mendek, Desa Kutogirang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, terus berlangsung tanpa hambatan hukum. Hasil pantauan tim investigasi pada 11 April 2025 menunjukkan operasional tambang yang masif dengan alat berat yang mengeruk material berupa sertu secara tidak wajar, bahkan di dekat infrastruktur sensitif seperti tower listrik tegangan tinggi (SUTET).
Dua lokasi tambang teridentifikasi aktif di wilayah tersebut. Antrian dum truck pengangkut material terlihat hilir mudik tanpa henti, namun tak satu pun papan informasi izin tambang dari Kementerian ESDM ditemukan di lokasi.
Saat dikonfirmasi, seorang pekerja berinisial K menyebutkan bahwa tambang tersebut dikelola oleh dua pihak berbeda, yakni “Pak Sut” dan “Bu As” yang merupakan warga setempat. Hingga kini belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang terkait legalitas tambang-tambang tersebut.
Padahal, berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2022, wewenang penerbitan izin pertambangan kini berada di tangan pemerintah provinsi. Dan menurut Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Ketua LSM Lingkungan Hidup Jawa Timur saat diwawancarai menyampaikan keprihatinannya. “Kami minta Kementerian ESDM, KLHK, dan jajaran kepolisian dari Polsek Ngoro hingga Polda Jatim segera turun tangan dan menindak tegas tambang-tambang ilegal di Kutogirang. Jangan biarkan praktik ilegal merusak lingkungan dan merugikan negara,” tegasnya.
Praktik tambang bodong yang dibiarkan berlangsung lama berpotensi merusak ekosistem, mengancam keselamatan infrastruktur penting, dan mencoreng wibawa penegakan hukum di daerah.
Aktivitas penambangan ilegal di Dusun Mendek tak hanya menabrak aturan hukum, tapi juga membawa dampak nyata terhadap lingkungan sekitar. Kerukan material sertu secara masif dan dalam di dekat instalasi vital seperti SUTET dapat membahayakan struktur tanah dan kestabilan tower listrik. Selain itu, tidak adanya pengelolaan limbah dan reklamasi pasca tambang memicu kekhawatiran akan terjadinya longsor, pencemaran air tanah, dan kerusakan habitat.
Warga sekitar yang ditemui enggan berkomentar secara terbuka, namun sebagian mengaku resah dengan keberadaan tambang tersebut. “Truk lalu lalang setiap hari bikin jalan rusak, debu masuk rumah, tapi kami takut bicara,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Yang menjadi sorotan tajam adalah diamnya pihak-pihak yang seharusnya bertindak. Dalam pantauan di lapangan, tidak tampak satu pun pengawasan dari Dinas ESDM, aparat kepolisian, maupun instansi lingkungan hidup. Padahal, operasi tambang ini bukan bersifat sporadis atau skala kecil, namun terorganisir, melibatkan alat berat, dan jalur distribusi yang rutin.
LSM dan pemerhati lingkungan mendesak agar Gubernur Jawa Timur, Kepala Dinas ESDM Provinsi, serta Kapolda Jatim membuka mata terhadap praktik yang jelas-jelas melanggar hukum ini. Investigasi harus dilakukan secara terbuka, termasuk menelusuri aliran uang dari bisnis tambang ilegal tersebut.
“Negara seharusnya hadir. Kalau tambang ilegal dibiarkan terus beroperasi, sama saja pemerintah memberi karpet merah untuk perusak lingkungan,” ujar aktivis lingkungan dari Surabaya yang ikut mengawal kasus ini.
Tim Investigasi akan terus melakukan pemantauan dan menyajikan laporan lanjutan mengenai perkembangan kasus ini, termasuk upaya konfirmasi kepada pihak-pihak berwenang. (Rd82)
Bersambung,...
Pembaca
Posting Komentar