Modus Korupsi Masa Depan yang Rentan Mengancam Indonesia

Ketua Jawa Corruption Watch (JCW), 
Rizal Diansyah Soesanto, ST, CPLA


Jawapes Surabaya - Seiring dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi di berbagai sektor, Indonesia menghadapi tantangan baru dalam bentuk modus korupsi yang semakin canggih. Berbagai pakar antikorupsi memperingatkan bahwa evolusi teknologi, meskipun membawa kemajuan, juga membuka celah bagi praktik korupsi modern. 


Menurut Ketua Jawa Corruption Watch (JCW), Rizal Diansyah Soesanto, ST, CPLA diantaranya modus korupsi masa depan yang diperkirakan rentan terjadi di Indonesia terkait manipulasi data digital dalam sistem pemerintahan.


“Upaya pemerintahan menerapkan berbasis elektronik (e-government), risiko manipulasi data digital semakin tinggi. Pelaku korupsi dapat memanfaatkan celah keamanan untuk mengubah data keuangan, tender, atau hasil pemilu. Keamanan siber harus menjadi prioritas, mengingat data digital adalah tulang punggung birokrasi modern," ungkap Rizal, Rabu (22/1/2025).


Selain itu melalui penyimpangan dana pada proyek teknologi hijau yang dicanangkan Pemerintah seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan restorasi lingkungan. Namun, proyek ini rawan disusupi praktik korupsi, seperti mark-up harga atau pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi.


"Diperlukan pengawasan yang ketat untuk memastikan dana publik benar-benar digunakan secara efektif," tegas Rizal.


Kemudian melalui modus penggunaan cryptocurrency untuk suap dan pencucian uang yang semakin populer tetapi penggunaannya dapat disalahgunakan untuk menyembunyikan hasil korupsi.


“Modus ini yang sulit dilacak, suap dan pencucian uang melalui cryptocurrency menjadi tantangan baru bagi penegak hukum,” ujar Rizal.


Adanya pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) untuk menutupi jejak dengan menggunakan melakukan pemalsuan dokumen, laporan keuangan, atau bahkan membuat data fiktif yang sulit dideteksi. 


"Penggunaan AI dalam kejahatan finansial adalah ancaman nyata jika tidak ada regulasi yang jelas," kata Rizal.


Modus korupsi dalam sistem pendidikan berbasis digital memberikan lapangan pekerjaan baru bagi koruptor dalam pengadaan perangkat teknologi pendidikan. Dana bantuan sering kali dipotong atau disalahgunakan untuk proyek fiktif.


"Anak-anak kita menjadi korban ketika dana pendidikan tidak digunakan sebagaimana mestinya," kesal Rizal.


Kemudian akan muncul transaksi fiktif di platform e-commerce yang dimanfaatkan untuk mencuci uang hasil korupsi. Pelaku membuat toko online palsu untuk menciptakan aliran dana yang tampak sah, tetapi sebenarnya berasal dari korupsi.


"Dalam hal ini pengawasan pada aktivitas e-commerce harus diperketat," pinta Rizal.


Dalam menghadapi modus tersebut perlu dilakukan berbagai langkah pencegahan

Menghadapinya dengan meningkatkan transparansi dalam penggunaan teknologi blockchain untuk memantau aliran dana publik.


“Kita harus memperkuat regulasi dengan Pembaruan undang-undang untuk mengatur teknologi baru seperti cryptocurrency dan AI,” usul Rizal.


Melakukan Edukasi digital dengan peningkatan literasi teknologi masyarakat untuk memahami dan mendeteksi potensi korupsi.


“melakukan pengawasan digital dengan penerapan sistem pengawasan berbasis AI untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan,” saran Rizal.


Korupsi adalah ancaman yang terus berkembang, seiring dengan perubahan zaman. Untuk itu, Indonesia perlu membangun sistem yang tidak hanya kuat tetapi juga adaptif terhadap tantangan baru. 


“Keberhasilan melawan korupsi di masa depan akan sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta,” tutup Rizal. (Red)

Baca Juga

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama