Penasehat Hukum Terdakwa Ajukan Ahli Kepailitan

kanan : Kuasa Hukum PT. KDH, Andry Ermawan, SH


Jawapes Karimun Kepri - Sidang lanjutan atas terdakwa mantan Direktur Utama dan Direktur PT. Kawasan Dinamika Harmonitama (PT. KDH), kembali di gelar pada Senin (16/12/2019) tepat pukul 11.00 hingga pukul 13.00 Wib di Pengadilan Negeri Karimun Kepri.

Pada sidang kali ini, Hakim mempersilahkan JPU (Jaksa Penuntut Umum), dimana pada sidang sebelumnya telah menghadirkan dua saksi ahli pidana dan perusahaan, namun JPU tidak mampu menghadirkan dengan alasan kedua saksi andalan mereka tidak bisa hadir karena sakit sama dengan kali ini, hingga JPU minta ke Majelis Hakim terkait keterangan saksi ahli mereka agar dibacakan saja yaitu ahli Perusahaan Dr. Edi As'adi, SH, MH dan Saksi Ahli Gatot Sugihartono, SH, MH.

Namun permintaan tersebut dapat penolakan dari Kuasa Hukum Mantan Direktur PT. KDH Andry Ermawan, SH bahwa keterangan ahli dari JPU dibacakan yang seharusnya hadir dan berargumentasi di muka sidang dan kami menolak semua keterangan kedua ahli tersebut dan keberatan,  ujar Andry yang disampaikan kepada Majelis Hakim dan 'Hakim mengatakan bahwa keberatan kuasa hukum kami catat dan silahkan ditanggapi dalam pledoi nantinya'.

Sementara itu dari pihak terdakwa melalui Kuasa Hukumnya Andry Ermawan, SH dan Komariyah, SH mengajukan ahli Kepailitan yaitu DR. Florianus Yudhi Priyo Amboro, SH., M.Hum dari Universitas International Batam.

Dalam keterangannya di persidangan atas pertanyaan penasehat hukum Terdakwa Ahli Kepailitan DR. Florianus Yudhi Priyo Amboro mengupas tuntas soal apa yang dinamakan kepailitan dan PKPU,  bahwa Kepailitan diatur didalam Undang Undang 37 tahun 2004.  Adapun azas-azas yang dapat dipergunakan sebagai dasar Kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang) didasarkan oleh 4 azas yaitu :
1. Azas Keseimbangan
2. Azas Kelangsungan Usaha
3. Azas Keadilan
4. Azas Integrasi.

Ahli Kepailitan DR. Yudhi  menjelaskan bahwa sangat penting azas keadilan di tegakkan didalam kepailitan karena mengandung makna bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Azas ini mencegah terjadi kesewenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

Ahli menegaskan, jika sebuah perusahaan sudah dinyatakan dalam PKPU apalagi sudah dinyatakan pailit maka pihak kreditor dalam mengajukan tagihannya terhadap perusahaan yang tadi dinyatakan pailit tidak boleh memaksa menagih karena sudah ada skema penyelesaian pembayaran hutang tersebut melalui kurator.

Kemudian Penasehat Hukum Terdakwa menanyakan kepada Ahli DR. Yudhi tentang contoh kasus,  bagaimana jika ada tagihan BPJS yang tertunggak oleh sebuah PT. X yang sudah dinyatakan pailit, apakah dapat diproses pidana ? Padahal BPJS sudah mendaftarkan tagihan tersebut kepada Kurator dan sudah disetujui seluruh tunggakannya?

Ahli menjawab, kalau kasus seperti itu, kedudukan hukumnya ini berhubungan dengan Pasal 29 UU Kepailitan, yang jelas menyebutkan suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkara yang sedang berjalan akan gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan  pailit terhadap debitor.

Kemudian dipertegas lagi dengan Pasal 31 UU Kepailitan yang menyebutkan dalam ayat 1 bahwa putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah di mulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

Di ayat 3 Pasal 31 juga disebutkan lebih jelas lagi bahwa dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, debitor yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit di ucapkan. Artinya bahwa terdakwa dalam contoh diatas, pengadilan harus mengeluarkan segera mereka dari tahanan seketika pernyataan pailit diucapkan oleh hakim supaya terhindar dari melanggar hak azasi manusia oleh hakim. Dan juga kalau sudah dilakukan pendaftaran dan sudah disetujui tagihan yang dijadikan masalah hukum yang sama, seharusnya menurut UU Kepailitan proses hukum terhadap terdakwa tidak dapat dilanjutkan supaya tidak menjadi tumpang tindih hukum atau nebis in idem dan biarkanlah skema pembayaran tunggakan BPJS tadi akan dihandel oleh Tim Kurator tersebut yang sudah ditunjuk resmi oleh Pengadilan Niaga.

Seusai sidang, Andry Ermawan mengatakan, seharusnya sejak awal sudah kami tegaskan bahwa perkara ini aneh alias sangat dipaksakan oleh penyidik PPNS Disnaker Propinsi Kepri yang memaksakan kepada pidana dan menahan kedua klien kami yang sangat bertentangan dengan hukum dan hak azasi manusia seperti yang dimaksud dalam Pasal 29 UU Kepailitan dan Pasal 31 UU Kepailitan yang jelas perkara pidana soal iuran BPJS yang diterapkan kepada mantan direksi PT. KDH, Indra Gunawan dan M. Yusuf adalah sangat dipaksakan dan ngawur dan harusnya sejak awal gugur tidak bisa diproses.

"Ahli Kepailitan dengan jelas dan mendetail menerangkan bahwa kedua terdakwa harus dilepaskan dari tahanan sejak putusan pailit di ucapkan. Atas fakta ini, kita bisa lihat hakim Pengadilan Negeri Karimun,  apakah berani dan tunduk sama Undang Undang Kepailitan yang tertuang pada Pasal 29 dan Pasal 31 yang disampaikan oleh ahli Pailit apa tidak? Jika tidak mengeluarkan dari tahanan, segera mungkin kami akan meminta perlindungan hukum kepada Hakim Bawas MA RI dan Komisi Yudisial untuk mengawasi proses peradilan yang harus memenuhi rasa keadilan," jelas Andry.

Ketua Pengadilan Negeri Karimun Kepri yang juga sebagai Ketua Majelis Hakim, Joko Dwi Atmo, SH, MH juga menyampaikan bahwa sidang yang digelar dua kali dalam seminggu ini akan dilanjutkan pada hari Rabu (18/12/2019) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

"Kenapa sidang ini digelar seminggu dua kali ? Karena kasus ini sudah menjadi sorotan publik," pungkas Joko.(tyaz)

Pembaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama